Saturday, January 26, 2019

Rekomendasi sketsa ogoh-ogoh ala putra sani

Berikut rekomendasi seketsa gambar ogoh-ogoh yang mungkin memberikan kamu inspirasi dalam pembuatannya:

1. Bhisma pralaya (gugurnya kakek bhisma)


2. Taru Menyan (kisah sejarah desa trunyan)


3. Sura bhuta 


4. Kala sungsang


5. Bakasura


Itulah beberapa sketsa gambar ogoh-ogoh, itu cerita lengkap nya silahkan googling, gambar bisa kalian ambil tanpa hak cipta
Sekian terimakasih

Thursday, January 24, 2019

Tumbal Tunggul judul ogoh-ogoh dari br. Kepisah, Denpasar yang diangkat dari Rerajahan Hindu Bali



Rerajahan merupakan budaya hindu, sebagai suatu produk lokal genius. Hal ini dapat dilihat pada upacara Panca Yadnya, sarana pengobatan, ilmu panengen dan ilmu pangiwa. Antara rerajahan, mantra dan tantra memiliki keterpaduan yang erat dan saling mendukung di dalam membangkitkan kekuatan magis sebagai sarana keselamatan.

        Diceritakan di Desa Lara Sigaran merupakan desa tua yang sebagian besar penduduknya sebagai petani. Dari hasil pertanian inilah masyarakat desa tua itu makmur dan sejahtera. Suatu ketika muncul masalah yang sangat mengganggu masyarakat, seperti panen padi yang gagal dan banyak masyarakat yang meningggal secara tidak wajar serta kehidupan masyarakat menjadi kacau. Hal inilah yang membuat tetua desa (penglingsir) berdoa kepada ida sang hyang widhi wasa (tuhan yang maha esa), memohon keselamatan dan kebahagiaan. Beberapa hari kemudian munculah petunjuk-petunjuk yang diterima oleh tetua desa. Dari petunjuk tersebut, tetua desa bersama masyarakat membuat rerajahan yang bertuliskan aksara suci yang mengandung mantra dan tantra dengan sebutan Tumbal Tunggul sesuai dengan petunjuk yang diterima.

        Tumbal Tunggul merupakan perpaduan aksara suci dengan wujud modre yang berbentuk abstrak. Tumbal Tunggul diyakini oleh umat Hindu sebagai penolak Bala yang dipasang di pekarangan rumah sebagai ulap-ulap, digambarkan dalam bentuk rerajahan dengan simbul raksasa. Semenjak itu, Desa Lara Sigaran mulai menata kehidupannya dan berangsur-angsur membaik. Tumbal Tunggul inilah yang menjadi tradisi umat Hindu dan diyakini serta diwarisi secara turun temurun sebagai penolak bala dari hal-hal magis yang bersifat negatif.

 

sumber: banjar Kepisah, Sumerta, Denpasar

Ogoh-ogoh 2018| Sinopsis Ogoh-ogoh Br Bukit Buwung dengan judul "Tenung Gana"


Berikut adalah penggalan kisah yang diangkat menjadi ogoh-ogoh karya ST. Yowana Satya Dharma dari banjar Bukit Buwung, Kesiman, Denpasar dengan judul “Tenung Gana”

Ketika dewi uma berada di Gunung Maha Meru dengan Dewa Siwa berpura-pura sakit untuk mengetahui seberapa kesetiaan dewi uma. Dewa Siwa mengutus Dewi Uma untuk mencari susu Lembu, dalam pencariannya Dewi Uma menemukan orang yang mengembalakan lembu yang tidak lain adalah Dewa Siwa yang sedang menyamar. Dewi Uma mendekati pengembala lembu dan memohon belas kasihan agar pengembala bersedia memberikan secangkir susu, namun si Pengembala menolak untuk memberikan kecuali dengan satu syarat, yaitu Dewi Uma bersedia bersenggama dengan si pengembala.Dewi uma menolaknya, namun karena teringat dengan ikrar janji akan melakukan apapun untuk Dewa Siwa, Dewi Uma pun menyetujuinya tetapi hanya bersedia di jamah di bagian kaki.

Ketika sudah mendapatkan air susu lembu dan kembali ke kahyangan untuk menyerahkan kepada Dewa Siwa, Dewi Uma melakukan kebohongan. Ia tidak menyebutkan dari mana asal muasal lembu itu diperolehnya. Dewa Siwa mengetahui asal muasal Dewi Uma mendapatkan air susu lembu itu, kemudian mengutus putranya Bhatara Gana untuk meramal asal muasal susu lembu tsb, menggunakan pustaka tenung Aji Wariga. Dengan pustaka itu Bhatara Gana membeberkan kebohongan yang dilakukan ibunya. Medengar penjelasan dari Bhatara Gana seketika ilmu tenung Aji Wariga dilenyapkan menjadi abu oleh api kemarahan Dewi Uma, akan tetapi dengan sigap Bhatara Gana menyalin kembali pustaka yang dibakar tersebut sebagaimana aslinya.

Melihat ulah Dewi Uma yang telah berani membakar tenung aji Wariga dan berusaha berbohong dalam memperoleh air susu lembu, menimbulkan kemarahan bagi Dewa Siwa. Saat itulah Dewa Siwa mengutuk Dewi Uma turun ke dunia menjelma menjadi Dewi Dhurga. Dewa Siwa menyampaikan ajaran Pustaka Indraloka kalau Dewi Uma mempunyai prilaku buruk maka sebaiknya turun ke dunia menjadi penghuni kuburan dan disembah oleh semua manusia dan berstana di Pura Dalem. Dewi Dhurga bersama pengikutnya 108 Bhuta-Bhuti ditugaskan untuk menyebarkan wabah penyakit kepada manusia dan kepada binatang peliharaannya pada bulan Kasa sampai Sada dengan berbagai jenis penyakit, menciptakan kekeringan, dan bencana di dunia. Akan tetapi yang menjadi sasaran utama adalah manusia yang lupa untuk berbakti kepada tuhan dan alam.

Penyakit dan segala kebencanaan yang diciptakan oleh Dewi Dhurga dan pengikutnya bertujuan untuk menyadarkan manusia untuk selalu ingat dan berbakti kepada tuhan, sebagai cara untuk mengurangi gangguan yang ditimbulkan, maka dilakukan persembahan Bhuta Yadnya. Selain itu Dewa Siwa juga mengingatkan bila manusia telah menghanturkan caru berupa segehan agung untuk memohon ampun, hendaknya Dewi juga memaafkan dengan memerintahkan kepada semua pasukan Bhuta-Bhuti untuk menghentikan penyebaran penyakit.

Sumber : Br. Bukit Buwung

Sunda Upasunda, kisah yang diangkat menjadi ogoh-ogoh oleh Br Gerenceng 2018

Salah satu dari Asta Dasa Parwa yaitu adi parwa (bab XVII (17) no. 366) yang menceritakan Detya Sunda Upasunda yang gigih dengan tapa beratanya di Puncak Gunung Windya dengan tujuan menguasai 3 alam (Bhur Loka, Bwah Loka, Swah Loka) sehingga membuat para dewa di kahyangan menjadi khawatir. Hal tersebut membuat dewa brahma meminta kepada dewa wiswakarma (sang arsitek surga) untuk menciptakan seorang bidadari yang sangat cantik yang diciptakan dari bunga Ratna dan Biji Wijen. Terciptalah seorang Bidadari Cantik yang bernama Dewi TIlottama.

 

Dewi Tilottama menjalankan tugasnya ke dunia untuk mengganggu tapa brata dan Detya Sunda Upasunda. Dengan kecantikan dari Dewi Tilottama, kedua detya tersebut sangat terpesona sehingga mengehentikan tapa bratanya untuk mendapatkan dewi tilottama. Dalam memperebutkan Dewi tilottama Detya sunda-upasunda bertarung secara mati-matian, atas kebohongan dan keangkuhan kedua detya yang ingin menguasai segalanya, akhirnya menghantarkan kedua detya tersebut pada ajalnya.


Setelah Dewi Tilottama berhasil menjalankan tugasnya maka dewi Tilottama mendapatkan Wanugraha/ anugerah dari para dewa, karena Dewi Tilottama tercipta dari bunga ratna atas jasa tersebut maka bunga ratna adalah bunga utama untuk memuja hyang widhi dan para dewa dan sebagai bunga utama untuk kegiatan keagamaan.

Sumber: Banjar Gerenceng, Denpasar