Banjar Gemeh, siapa yang tidak tahu banjar yang terletak di jantung kota DENPASAR, banjar dengan karya ogoh-ogoh nya yang selalu fenomenal dibuat oleh tangan-tangan sekaa terunanya dan juga tangan sang maestro seni ogoh-ogoh marmar (marmar herayukti). Di tahun 2018 banjar Gemeh mempersembahkan ogoh-ogoh dengan judul Paksi Ireng, ogoh-ogoh Paksi Ireng memiliki kisah atau sinopsis sebagai berikut ini:
Ketika uang dan kekuasaan menjadi tujuan utama maka manusia ada pada titik terendah. Ungkapan yg memaha dasyatkan uang pun bermunculan seperti kalimat "waktu adalah uang" yg membuat seolah uang setara dengan waktu, membuat orang merelakan dirinya hidup hanya demi uang yg menguasainya atau bahkan percaya jika memiliki uang dia merasa setara sang kala (waktu). Pada kenyataannya sang Kala berkuasa atas segalanya bahkan kelahiran hingga kematian, sekalipun ada dalam kuasa waktu Keserakahan tetap muncul akibat ketidaksadaran dan sikap "memahakuasakan" uang, alam sekalipun akan diperdaya, Padahal hakikat manusia hanya menumpang pada semesta , alam (bhuta) memiliki siklusnya sendiri dan manusia yg tidak paham menyebut siklus alam ini sebuah "bencana alam" dan menyalahkan alam pada semua kerugian manusia yg sejatinya tanpa alam semesta kehidupan manusia tak pernah ada. Manusia yg cenderung menyalahkan diluar dirinya pada setiap kegagalan mewujudkan keinginannya saat bertemu dengan cuaca, keadaan , hingga mahluk lainya pada waktu dan tempat yg tidak tepat. Keadaan ini adalah bentuk kegagalan dalam memahami sikap penyucian pada tiga hal yaitu AHANGKARA (ego), CITA (intelektualitas),MANAH (pikiran) "Buka kedis gowake setata ngadanin ibane pedidi" sombong, serakah dan tak punya malu adalah sebuah gambaran yg pantas untuk fenomena ini. INI SIKLUSKU, INI KEMARAHANKU, kau yang harus tentukan sikapmu padaku karena aku "Bhuta Kala"penguasa ruang dan waktu , kau akan belajar dari kisahku "PAKSI IRENG" .
Sekelompok pemuda berangkat dari desanya menyusuri hutan mencari lahan baru untuk mengembangkan pertaniannya, namun hingga berpuluhan mil jauhnya dengan melalui puluhan bukit, lembah dan hutan mereka tak juga menemukan lahan yang cocok ditanami, hal ini membuat mereka geram, marah dan menyalahkan dan memaki tanah tersebut namun ada satu dari mereka mengingatkan “ kita tidak berhak berkata begitu, tanah ini mempunyai siklus dan karakter tersendiri” namun perkataan itu tak mampu menyadarkan mereka, mereka justru terus memaki dan mengutuk tanah itu hingga saat matahari itu tenggelam dan langit gelap, terdengar suara teriakan yang sangat kencang dan berkata “ apa yang kalian cari” para pemuda itu menjawab serta menentang suara itu ‘ siapa kau tunjukkan wujudmu mahkluk terkutuk’. Seketika angina pun bertiup kencang merobohkan pepohonan kering muncullah dari kegelapan seklebat sayap besar berwarna hitam dan dua matanya menyalah, seketika para pemuda itu kaget namun atas ego dan kemarahannya itu mereka justru mengutuk dan menantang mahkluk menyerupai burung besar warna hitam dengan wajah mengerikan. Makhluk itu berkata “ aku penguasa alam dan waktu atas dasar apa kau berkata mengutuk?. Aku penguasa segalanya kau bahkan tak bisa hidup jika aku tak mengizinkanmu tinggal di alamku” setelah mendengar perkataan tersebut salah satu pemuda bersujud dan memohon ampun karena menyadari kesalahannya. Namun yang lainnya tetap dengan amarah mereka. Sikap bodoh yang merasa diri yang paling benar mereka membuat sang paksi murka lalu mengutuk mereka “ aku akan membuat kalian menjadi makhluk yang terbang kemana-mana namun kedatangan kalian akan dibenci oleh semua orang karena selalu membawa kabar kematian dan sifat kalian yang sombong akan keluar terus menerus dari mulut kalian, seketika langit seakan bergetar petir menyambar dan mereka berubah menjadi segerombolan gagak (gowak) hanya satu yang selamat dari kutukan itu karena dia mengambil sikap mudra dan keteguhan hatinya mencerminkan kesujatiannya.
Sumber: Br. Gemeh, St, Gemeh Indah
No comments:
Post a Comment